harmonyfm-SERANG, Klaustrofobia, Germofobia, dan Agorafobia mungkin akrab terdengar sebagai ketakutan ekstrem yang bisa memengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Yang kurang dikenal adalah hodofobia – ketakutan akan perjalanan – sebagai fobia serupa yang juga dapat mengganggu cara seseorang memandang dan berinteraksi dengan dunia.
Apa itu hodofobia?
“Hodofobia adalah ketakutan yang tidak masuk akal dan seringkali melumpuhkan saat bepergian,” Dr. Neha Pathak, kepala editor dokter kesehatan dan pengobatan gaya hidup di WebMD.
Seseorang dengan fobia ini mungkin takut dengan berbagai moda transportasi atau hanya takut menghabiskan waktu jauh dari rumah.
Bisa juga terjadi bersamaan dengan gangguan lain seperti klaustrofobia atau kecemasan sosial. Namun, hodofobia juga bisa muncul begitu saja tanpa rasa takut lain yang menyertai.
“Benang merah dari fobia adalah ketakutan atau kecemasan yang tidak sebanding dengan bahaya sebenarnya yang ditimbulkan oleh situasi tertentu. Bagi banyak orang, ada gejala fisik yang muncul, seperti gemetar, mual, berkeringat, dan detak jantung yang cepat,” tambah Pathak.
Seseorang dengan kondisi ini mungkin mengalami kecemasan atau depresi ekstrem menjelang perjalanan. Sakit kepala, nyeri dada, pusing, dan gejala gastrointestinal juga mungkin muncul.
Seseorang dengan hodofobia mungkin tampak sangat percaya diri dan bersikap dengan normal dalam beraktivitas sehari-hari. Namun, menderita ketakutan yang melemahkan saat memikirkan perjalanan dengan moda yang menyebabkan fobia mereka.
Dalam kasus yang parah, mereka bahkan mungkin mengalami serangan panik besar-besaran saat memikirkan untuk bepergian hingga menghindari memikirkannya, apalagi melakukannya.
Fobia ini dapat mengganggu pekerjaan, kewajiban keluarga, dan kesenangan pribadi, karena dapat menghalangi kemampuan seseorang untuk berpartisipasi dalam rencana perjalanan yang sebenarnya harus mereka laksanakan.
Apa penyebabnya?
Hodofobia dapat disebabkan oleh berbagai jenis pengalaman atau paparan. Seperti mengalami peristiwa traumatis saat bepergian atau mendengar peristiwa besar di dunia hingga mengembangkan rasa takut berdasarkan pendengaran tentang tragedi tersebut.
Seringkali, pengalaman perjalanan yang traumatis di masa kanak-kanak dapat meninggalkan jejak abadi yang berperan dalam mengembangkan fobia di kemudian hari.
Pada dasarnya, orang tersebut membuat hubungan antara perjalanan dan pengalaman negatif. Psikolog Michel Leno mencatat bahwa pikiran tentang sesuatu yang traumatis yang terjadi saat seseorang jauh dari rumah dapat memicu rasa takutnya.
“Mungkin mereka mempunyai pengalaman buruk selama atau tidak lama setelah liburan beberapa tahun lalu; hingga kini ‘perjalanan = buruk’ tersimpan di otak mereka,” jelas Leno.
Meskipun tragedi atau peristiwa traumatis yang pernah terjadi mungkin menjadi akar dari hodofobia yang dialami seseorang, pemikiran irasional turut membantu mempertahankannya.
Seseorang dengan fobia berpikir ekstrem seperti ‘selalu’ dan ‘tidak pernah’. Satu pengalaman buruk mungkin membuat mereka percaya bahwa perjalananlah yang menyebabkan masalah dan sesuatu yang buruk akan terjadi setiap kali mereka melakukan perjalanan.
Orang lain mungkin akan segera menyadari pola pikir irasional tersebut. Namun, memberitahukannya tidak akan banyak berguna.
“Orang dengan fobia merasa cukup tertekan dan akhirnya menyadari bahwa mereka bersikap tidak rasional. Namun dibutuhkan lebih dari sekedar wawasan untuk mengatasi masalah seperti ini,” ungkap Leno.
Bagaimana cara pengobatannya?
Mirip dengan mengobati dan menangani fobia lainnya, berbicara dengan terapis atau berbicara dengan ahli kesehatan mental adalah kunci untuk mengelola kondisi tersebut.
Psikolog mungkin akan mencoba terapi pemaparan, terapi kognitif, terapi kelompok, atau kombinasi atau pendekatan.
“Seperti halnya fobia lainnya, tujuan pengobatannya adalah desensitisasi,” kata Leno. “Terapis dan klien bekerja sama untuk secara bertahap mengatasi rasa takut bepergian.”
Contoh pendekatannya, terapis dapat mendorong klien yang ingin bepergian ke luar negeri untuk bermalam di hotel atau Airbnb yang berjarak sekitar satu jam dari rumah. Langkah selanjutnya, mungkin melibatkan perjalanan akhir pekan yang berjarak dua jam dari rumah.
Dokter mungkin akan meresepkan obat untuk hodofobia. Namun, meminum obat saja mungkin tidak cukup untuk mengatasi pemikiran kuat yang memicu fobia.
“Melalui terapi kognitif, seseorang dapat mulai mengenali pikiran irasional atau fobianya yang memengaruhi perilaku,” jelas Leno. “Cara kita berpikir mempengaruhi perasaan kita.”
Terapis dan klien mungkin akan mengeksplorasi pemikiran rasional dan irasional yang berhubungan dengan ketakutan. Seseorang mungkin takut membutuhkan waktu lebih lama untuk pulang ke rumah karena penerbangan yang tertunda (delay) dan ini wajar.
Memvisualisasikan seperti apa sebuah perjalanan yang sukses dapat membantu sebagian orang mendapatkan perasaan kendali atas pengalaman perjalanan. Hingga akhirnya, meminimalkan rasa takut mereka.
Direkomendasikan untuk membuat perencanaan yang matang sebelum perjalanan jika sedang berjuang dengan hodofobia. Mulai dari bagaimana pergi dari rumah ke bandara, ke gerbang pemberangkatan, tempat duduk di pesawat, konveyor bagasi dalam perjalanan ke tujuan, dll.
“Semakin banyak Anda merencanakan ke depan, semakin besar kendali yang Anda rasakan atas pengalaman dan emosi Anda,” kata Pathak.
Pathak juga merekomendasikan untuk memberi diri banyak waktu untuk mencapai tujuan yang diinginkan untuk menghindari munculnya kecemasan atau ketakutan tambahan jika datang terlambat. Hingga berharap kemungkinan penundaan (delay).
Dia menambahkan, tidur nyenyak dan makan camilan sehat dapat dilakukan agar bisa beristirahat malam dengan nyenyak dan perut kenyang. Serta, mulailah dengan bepergian bersama seseorang yang dipercayai.