Harmonyfm -Serang, Pemilik lahan serta kedai Durian Jatuhan Haji Arif di Kecamatan Baros, Kabupaten Serang, yang asli sesuai sertifikat saat ini tengah membela haknya yang selama ini di duga di kuasai orang lain.
Dalam perkaranya pemilik resmi yakni, Sabarto Saleh telah melaporkan oknum yang berani mencabut serta melakukan pengrusakan patok lahan miliknya ke Unit III Jatanras Ditreskrimum Polda Banten namun terkesan mandek. Meski penyidik telah menetapkan pengelola kedai DJHA (Durian Jatuh Haji Arif) berinisial AW, serta keluarganya NC, DF, AN, SM dan AP. Namun setelah ditetapkan tersangka tak ada kejelasan kasus.
“Saya bingung, sudah status tersangka tapi masih menguasai lahan dan cuman wajib lapor saja bingung sama dengan polda,” kata Sabarto saat di wawancarai, Jum’at (22/03/24).
Untuk di ketahui kisah Sabarto Saleh ini bermula ketika dia membeli lahan yang kini jadi kedai DJHA dari Haji Agus Juhra pada tahun 2005. Karena hubungan baik Sabarto Saleh dengan almarhum Haji Arif, kemudian mereka membuka kedai tersebut dengan pengelolaan penuh oleh almarhum Haji Arif. Dengan perjanjian keuntungan dibagi dua. Haji Arif 50 persen, Sabarto Saleh 50 persen.
“Dulu waktu masih dengan almarhum, semua masih baik baik saja bahkan saya pernah satu bulan kebagian 30 juta, namun setelah beda pengelola sangat berbeda,” jelas Sabarto.
Permasalahan sengketa lahan terjadi ketika Haji Arif meninggal dunia pada tahun 2015. Puncaknya tahun 2021, saat ahli waris Haji Arif bernama Aat Atmawijaya menunjukkan surat wasiat.
Surat wasiat tersebut diklaim dibuat oleh Haji Arif pada tahun 2009. Di dalam surat wisiat disebutkan bahwa seluruh harta atas nama DJHA harus dihitung, kemudian dibagi dua dengan Aat Atmawijaya. Selain itu, dalam surat wasiat tersebut Sabarto Saleh yang merupakan warga Jakarta diminta untuk keluar dari DJHA atau meninggalkan usaha tersebut.
“Waktu kejadian tersebut, Aat Atmawijaya memanggil saya sampai 6 kali, tapi saya tidak meladeni karena saya merasa dia yang seharusnya ketemu saya kalau memiliki kepentingan atau ingin menyampaikan sesuatu, nah benar saja pagi harinya dia menemui saya. Kebetulan pas saya menginap di baros, jadi saya ada rumah di belakang kedai tersebut. Saat ketemu Aat menyampaikan minta pembagian soal aset harta DJHA,” ujarnya.
“Bedasarkan surat wasiat yang dia bawa, Aat meminta bagian dari kekayaan DJHA. Merasa lahan tersebut miliknya, kemudian dirinya memeriksakan surat wasiat yang di klaim di buat oleh almarhum Haji Arif. Setelah di lakukan pemeriksaan serta melaporkan ke Dirjen Pajak bahwa surat wasiat itu palsu. Surat itu dibuat tahun 2009 tetapi materai tempel yang digunakan terbitan tahun 2014 berdasarkan Dirjen Pajak,” imbuh dia.
Karena lahan dan kedai tersebut miliknya. Apalagi di lokasi itu, Sabarto membangun rumah adat Manado sebagai tempat tinggal apabila berkunjung ke Baros. Lantas, Sabarto melaporkan Aat Atmawijaya dengan tuduhan penyerobotan lahan ke Polda Banten pada Januari 2023.
“Setelah proses hukum dan persidangan, Aat Atmawijaya sempat ditetapkan tersangka pada 23 Mei 2023 dan P21 pada 3 Juli 2023,” kata Sabarto.
Namun pihak terlapor mengajukan pra pradilan pada 10 juli 2023. Hingga status tersangka Aat dicabut oleb Majelis Hakim, karena dianggap penetapan tersangka oleh Polda Banten dianggap tidak sah.
“Berdasarkan surat ahli waris yang di duga palsu pengadilan mencabut status tersangka. Dari sini saya merasa aneh, kenapa Polda Banten tidak mencari alat bukti lagi untuk melengkapi berkas. Ini mah malah saya yang disuruh mencari,” ungkapnya.
Tak berhenti di sana, Sabarto yang beruasaha mempertahankan hak lahan dan kedai DJHA miliknya mencoba melakukan pematokan di lokasi pada 2 November 2023.
Saat itu, patok tersebut dicabut kembali oleh Atmawijaya bersama lima orang lainnya. Hal ini yang membuat Sabarto membali melaporkan Aat dan kelompoknya ke Polda Banten.
“Tidak lama melakukan laporan, paling satu bulan setelah di laporin langsung jadi tersangka kasus pengrusakan. Tapi mereka tidak ditahan, dan perkembangan kasusnya saya tidak diberitahu,” jelasnya.
Babak baru perselisihan Sabarto Saleh dengan Aat kiat berlanjut, Sabarto kini harus berurusan dengan Pengadilan Negeri (PN) Serang karena digugat perdata oleh Aat Atmawijaya.
Materi gugatan yang dilayangkan Aat Atmawijaya yakni sepucuk surat wasiat yang diduga palsu. Surat putusan itu kata Sabarto, pernah diajukan Aat ke Pengadilan Agama.
“Dalam amar putusan Pengadilan Agama menyatakan bahwa mereka tidak berwenang mengadili perkara tersebut,” jelasnya.
Sementara Kuasa Hukum Sabarto Saleh dari Eraf Law Firm dan Partner, Afdil Fitri Yadi meminta Polda Banten dapat menegakan hukum tanpa pandang bulu dengan memperhatikan sejumlah bukti dan fakta.
“Karena lahan itu jelas milik pak Sabarto Saleh berdasarkan AJB dan Sertifikat. Sedangkan Aat hanya memiliki surat wasiat,” ungkapnya.
Agar berimbang tim redaksi mengkonfirmasi secara terpisah dengan, Aat Atmawijaya. Dirinya membantah bahwa dia tidak pernah mengusir Sabarto Saleh di DJHA. Bahkan kata Aat, keluarganya lah yang sempat diusuir.
Ia juga menegaskan, persoalan yang dihadapi dengan Sabarto Saleh bukan soal rebutan lahan. Sebab dia hanya menjalankan amanah dari Haji Arif orang tuanya yang tercantum di surat wasiat.
“Saya masuk ke jalur pengadilan itu untuk menjalankan amanah orang tua, jadi setelah ada kerjasama ya dibagi dulu dong. Kita hanya ingin membagi lahan itu,” katanya.
“Jadi intinya gugatan kami ini untuk dibagi, kalau udah dibagi. Ini punya Barto ini punya saya, dan ada penyerobotan baru saya masukin 167 mau pasal berapa pun terserah. Ini kan belum dibagi,” pungkasnya. (Mamo/Ssk).