Harmonyfm-Tangerang, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) wilayah Jabodebek dan Banten terus menggencarkan program literasi dan inklusi keuangan, dengan fokus utama menyasar para pelajar melalui inisiatif “Satu Rekening Satu Pelajar”.
Langkah ini bertujuan untuk menanamkan pemahaman keuangan sejak dini, membentengi generasi muda dari ancaman kejahatan keuangan seperti pinjaman online (pinjol) ilegal, investasi bodong (scam), dan penipuan digital.
Kepala Kantor OJK Jabodebek (KOJT) Edwin Nurhadi dalam acara bincang santai bersama media di Novotel Hotel, Jumat (09/05/2025), menegaskan, program Satu Rekening Satu Pelajar ini adalah program nasional yang kami implementasikan secara masif di Banten dan Jabodebek.
“Tujuannya jelas, agar anak-anak kita memiliki rekening tabungan sejak dini, memahami perencanaan keuangan, dan terhindar dari kasus-kasus keuangan ilegal,” tegasnya.
Lebih lanjut, Edwin menjelaskan bahwa program ini merupakan bagian dari Gerakan Nasional Cerdas Keuangan. OJK bersama berbagai pemangku kepentingan di Banten dan Jabodebek aktif melakukan berbagai upaya peningkatan literasi dan edukasi keuangan.
Selain itu, OJK juga memiliki mandat baru melalui Undang-Undang P2SK untuk turut mendorong pengembangan ekonomi daerah, yang diimplementasikan melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD).
“Ketua OJK, Bapak Mahendra Siregar, memberikan tugas kepada seluruh kantor OJK di daerah, termasuk kami di Jabodebek dan Banten, untuk memiliki program-program pengembangan ekonomi daerah. Ini kami implementasikan melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD),” ungkap Edwin.
TPAKD diharapkan dapat meningkatkan akses keuangan masyarakat Banten dan Jabodebek, meningkatkan pemahaman dan literasi keuangan, serta melindungi masyarakat dari aktivitas keuangan ilegal.
OJK Jabodebek dan Provinsi Banten juga memberikan perhatian khusus pada kelompok prioritas seperti penyandang disabilitas, pelaku UMKM perempuan, pelajar, serta daerah tertinggal, terluar, dan terpencil (3T).
Disparitas tingkat literasi dan inklusi keuangan menjadi perhatian utama, seperti perbedaan antara wilayah perkotaan di Banten (Kota Tangerang, Tangerang Selatan, BSD) dengan wilayah Lebak dan Pandeglang.
Di Jakarta pun, kesenjangan serupa terlihat antara wilayah seperti Kelapa Gading dan Waratala, di mana Waratala bahkan menjadi proyek percontohan program ekosistem keuangan inklusif di tingkat kelurahan.
“Strategi OJK saat ini adalah mendorong literasi dan inklusi keuangan mulai dari tingkat kelurahan atau desa. Untuk wilayah DKI Jakarta, program serupa juga menyasar Kepulauan Seribu yang dinilai lebih terpencil dari sisi infrastruktur,” jelas Edwin.
Dalam upaya memberantas kejahatan keuangan digital, OJK juga telah meluncurkan Indonesia Anti-Scam Center (IASC). Platform ini menjadi wadah kolaborasi berbagai pihak, termasuk perwakilan dari perbankan, sistem pembayaran, dan e-commerce, untuk memblokir dana dan rekening yang terindikasi penipuan.
“Data menunjukkan dampak positif signifikan dari IASC, di mana hingga 21 Maret, dana sebesar Rp 137 miliar berhasil diblokir dari total kerugian yang dilaporkan sekitar Rp 2 triliun. Selain itu, lebih dari 40 ribu rekening dan 139 pelaku usaha yang terlibat juga berhasil diidentifikasi,” terang Edwin.
OJK juga menyediakan aplikasi Portal Perlindungan Konsumen bagi masyarakat yang memiliki masalah dengan lembaga jasa keuangan.
Melalui aplikasi ini, konsumen dapat menyampaikan pengaduan dan laporan, di mana lembaga jasa keuangan memiliki Service Level Agreement (SLA) selama 20 hari untuk menindaklanjutinya.
OJK dapat memantau proses penanganan pengaduan, dan jika tidak ada penyelesaian, konsumen dapat melanjutkan ke Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS).
Dengan berbagai upaya ini, OJK Jabodetabek dan Banten berharap dapat menciptakan masyarakat yang lebih cerdas dan berdaya secara finansial, serta terhindar dari berbagai risiko kejahatan keuangan. (ssk)