Harmonyfm–Serang, Direktur Bina JPH BPJPH, Muhammad Farid Wadji, mengungkapkan bahwa kesadaran akan pentingnya produk halal di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK), sudah cukup tinggi, bahkan mencapai di atas 50 persen.
Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah keterbatasan waktu bagi para pelaku usaha untuk mengurus sertifikasi halal.
“Masyarakat, khususnya pelaku UMK, sudah sadar halal. Namun, persoalannya waktu yang mereka tidak punya,” ujarnya dikutip pada Jum’at (04/07/25).
Ia menjelaskan bahwa misi utama Presiden Prabowo adalah melindungi masyarakat Indonesia dari produk yang tidak halal, dimulai dari makanan dan minuman, kemudian akan berlanjut ke obat-obatan dan kosmetik.
“Oleh karena itu, sosialisasi masif dan kehadiran lembaga pendamping proses produk halal (LP3H) menjadi kunci,” katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan BPJPH bekerja sama dengan Bank Indonesia, pemerintah provinsi, kabupaten/kota, khususnya di Provinsi Banten, serta berbagai lembaga masyarakat, untuk mendistribusikan sosialisasi secara lebih luas.
“Kehadiran LP3H diharapkan dapat secara proaktif mendatangi pelaku usaha untuk membantu mereka memahami pentingnya sertifikasi halal dan memfasilitasi prosesnya,” tambah Farid.
Menurut Farid, tidak hanya produsen, tingkat kesadaran halal di kalangan konsumen juga dinilai sudah sangat baik. Namun, seperti halnya produsen, konsumen seringkali tidak memiliki waktu untuk mencari tahu secara detail status kehalalan suatu produk.
“Masyarakat Indonesia taat dan patuh, dan mereka yang yakin kepada apa yang dijual itu, sementara ini mereka selalu menyatakan ini produk yang halal,” jelasnya.
Oleh karena itu, BPJPH menekankan pentingnya kejujuran dari pihak produsen. “Jika memang tidak halal, cantumkan label tidak halal. Mereka (konsumen) akan tetap memilih,” tegasnya, menyoroti kasus seperti “ayam tidur” sebagai pembelajaran.
Pemerintah mewajibkan setiap pelaku usaha untuk secara jujur menempelkan stiker atau label yang menyatakan status halal atau tidak halal produknya.
Aturan ini berlaku untuk semua skala usaha, baik UMK, menengah, maupun besar, tanpa terkecuali. Fokus utama adalah pada label halal dan tidak halal, bukan pada pemilahan jenis usaha.
Dengan strategi sosialisasi yang masif dan fasilitasi melalui LP3H, BPJPH optimis dapat meningkatkan jumlah produk bersertifikat halal di Indonesia, sekaligus melindungi masyarakat dari produk yang meragukan status kehalalannya.(ssk)