Harmonyfm – Serang, Pemerintah Kota (Pemkot) Serang melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Serang mengambil langkah konkret untuk memperkuat perlindungan perempuan dan anak dengan fokus pada pembangunan ekosistem kolaboratif dan peningkatan edukasi.
Wakil Wali Kota Serang Nur Agis Aulia, menyatakan bahwa upaya ini bukan lagi sekadar penanganan kasus per kasus, tetapi bagaimana menciptakan sistem yang komprehensif.
Langkah utama yang dilakukan Pemkot Serang adalah menyiapkan “Rumah Kolaborasi” sebagai ruang fisik untuk menyatukan seluruh organisasi, lembaga, dan komunitas yang memiliki konsentrasi pada isu perlindungan perempuan dan anak.
“Hari ini salah satu langkah konkret Pemerintah Kota Serang untuk meningkatkan perlindungan perempuan dan anak yang dilakukan oleh tim DP3AKB,” ujarnya, Rabu (15/10/25).
“Salah satunya adalah kita akan menyiapkan ruang kolaborasi, sehingga organisasi yang konsennya sama… bisa kita bareng-bareng. Sehingga nanti kalau ada kasus-kasus kekerasan baik kepada perempuan dan anak, bisa kita selesaikan bersama-sama,” imbuhnya.
Bentuk kolaborasi yang diinisiasi oleh Pemkot Serang ini akan menyesuaikan dengan ciri khas atau keunggulan dari masing-masing mitra. Misal, organisasi Bidang Hukum: Bertanggung jawab untuk pendampingan dan penuntutan hukum. Forum Psikolog menangani aspek psikologis dan trauma korban.
“Jadi kita punya banyak mitra untuk melakukan kolaborasi, sehingga ketika ada persoalan kita keroyok bareng-bareng,” tegas Agis, menunjukkan keseriusan Pemkot dalam melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Selain kolaborasi, Agis menyoroti pentingnya pencegahan melalui inovasi dan edukasi. “Kata kunci utama dalam pencegahan adalah edukasi secara menyeluruh hingga tingkatan Rukun Tetangga dan Rukun Warga (RT/RW). Edukasi ini didorong untuk mencegah kekerasan perempuan dan anak sejak dini,” terangnya
Pemkot juga telah menyiapkan layanan pelaporan daring melalui inovasi “Paling Pepa” (Paling Cepat, Paling Peka) untuk memudahkan masyarakat melapor secara online jika terjadi kekerasan.
Selain pelaporan online, Pemkot juga menyiapkan ruang kolaborasi dan rumah aman sebagai tempat pelaporan dan perlindungan fisik, agar korban tidak bingung mencari tempat untuk melapor langsung.
“Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) juga menjadi fokus, salah satunya dengan mengoptimalkan kolaborasi bersama Asosiasi Psikolog untuk memastikan penanganan korban dari sisi mental dan psikologis berjalan baik,” tutur Agis.
Agis juga menekankan bahwa tujuan akhir dari semua upaya ini adalah menciptakan ekosistem perlindungan yang kuat, bukan sekadar penanganan yang sifatnya “kasus per kasus” yang dinilai melelahkan.
“Jadi memang betul-betul kita ciptakan ekosistemnya. Ekosistem seperti apa? Kebijakannya kita siapkan, infrastrukturnya kita siapkan, SDM-nya kita siapkan, bahkan nanti anggarannya juga kita siapkan,” tegasnya, seraya berharap isu perlindungan perempuan dan anak dapat menjadi isu bersama seluruh warga Kota Serang.
Sementara itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Serang mencatat adanya peningkatan kasus kekerasan yang ditangani hingga bulan Oktober tahun ini.
Kepala DP3AKB Kota Serang, Anton Gunawan, mengungkapkan bahwa tercatat 64 kasus yang telah bergulir ke ranah hukum. Angka ini hampir menyamai total kasus di akhir tahun sebelumnya, yang juga berada di kisaran 60-an kasus.
Peningkatan ini, kata Anton, diharapkan menjadi indikasi adanya kesadaran dan keberanian yang lebih besar dari korban dan keluarga untuk melaporkan kasus yang dialami, mengingat kasus kekerasan sering diibaratkan sebagai fenomena gunung es.
“Jumlah kasus hukum ada 64 kasus (Januari-Oktober), dengan hampir semuanya berlanjut ke proses hukum, kecuali 1-2 kasus yang terkendala kesulitan membujuk keluarga korban untuk melapor karena kekhawatiran adanya tekanan psikologis,” katanya.
Menurut Anton, jenis masus didominasi oleh kasus pelecehan/kekerasan seksual. Pelaku dan korban berasal dari berbagai latar belakang, didominasi oleh dua faktor utama yaitu Media Sosial (Medsos), korban terayu setelah kenalan di medsos, lalu bertemu (kopi darat), dan terjadi pelecehan.
“Ada juga kasus yang pelakunya adalah orang-orang yang tidak terduga dan terdekat dengan korban, seperti ayah kandung, paman, dan bahkan kakak-adik,” terangnya.
Kecamatan yang mendominasi kasus kekerasan di Kota Serang adalah Kecamatan Serang, diikuti oleh Kecamatan Kasemen. Kecamatan Serang menempati posisi pertama karena faktor jumlah penduduk yang lebih banyak. “Sementara Kasemen, faktor dominasinya lebih banyak dipicu oleh faktor ekonomi,” ujar Anton.
Selama ini DP3AKB dalam proses hukum akan melakukan pendampingan trrhadap Korban. Fokus utama DP3AKB adalah pada korban.
“Kita akan melakukan pendampingan psikologis jika diperlukan, dengan durasi pertemuan yang bervariasi—ada yang cukup satu atau dua kali pertemuan hingga korban merasa siap untuk bersosialisasi lag,” jelas Anton.
Kata Anton, untuk mempermudah dan mengefektifkan penanganan kasus, DP3AKB berencana membuat Rumah Kolaborasi. Selain itu, telah banyak layanan konseling yang dilakukan.
“Konseling tatap muka di kantor kita sudah ada 55 konseling di kantor. Ada juga “Koling PePA” Konseling Keliling Perlindungan Perempuan dan Anak. Layanan ini ditujukan bagi masyarakat yang tidak bisa datang ke kantor (karena pertimbangan kerahasiaan, tidak punya kendaraan, atau alasan lainnya). Masyarakat cukup menghubungi, dan tim DP3AKB yang akan datang,” katanya.
Selain Moling Pepa, lanjutnya, ada “Nyapeu Wacil” singkatan dari “Nyapa Wadon dan Kecil” (Menyapa Perempuan dan Anak). Program ini bertujuan menyapa dan menjangkau perempuan dan anak yang mengalami kekerasan.
“Kita telah melakukan konseling dan penyuluhan ke seluruh SMP negeri dan swasta di Kota Serang,” tandasnya.
DP3AKB saat ini masih berupaya mencari tempat untuk merealisasikan Rumah Kolaborasi dan berharap mendapat dukungan dari berbagai pihak. (Ssk)







